MANUAL MUTU
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Badan Peradilan di bawahnya senantiasa berupaya membangun citra positif peradilan melalui berbagai kebijakan pembaruan untuk mewujudkan pengadilan yang agung (Court of Excellence). Kebijakan ini sebagaimana tertuang dalam dokumen Perencanaan Jangka Panjang Badan Peradilan Indonesia, yang dinamakan Cetak Biru (Blue Print) Pembaruan Peradilan Indonesia 2010-2035. Cetak Biru ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru yang diterbitkan tahun 2003, guna lebih mempertajam arah dan langkah dalam mencapai cita-cita pembaruan badan peradilan secara utuh. Penyusunan Cetak Biru ini dengan menggunakan pendekatan kerangka pengadilan yang unggul (The Framework of Courts Excellence). Kerangka ini terdiri dari 7 (tujuh) area “Peradilan yang Agung” yang dibagi ke dalam 3 (tiga) fungsi, yaitu: pengarah/pengendali(driver), sistem dan penggerak(system and enabler), dan hasil(result).
Sebagai fungsi pengarah adalah area:
- KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PENGADILAN
Fungsi sistem dan penggerak, berada dalam area:
- KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PENGADILAN
- SUMBER DAYA MANUSIA, SARANA-PRASARANA DAN KEUANGAN
- PENYELENGGARAAN PERSIDANGAN
Sedangkan fungsi hasil berada dalam area:
- KEBUTUHAN DAN KEPUASAN PENGGUNA PENGADILAN
- PELAYANAN PENGADILAN YANG TERJANGKAU
- KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN MASYARAKAT PADA PENGADILAN
Tujuh area ini dikembangkan berdasarkan kerangka pengadilan yang agung (court excellence framework) yang merupakan kerangka pikir dan kerja bagi pengadilan yang ingin meningkatkan kinerjanya. Kerangka ini telah dikembangkan dan digunakan secara internasional.
Cetak Biru itu dipetakan bahwa permasalahan yang dihadapi Badan Peradilan antara lain: visi dan misi yang kurang dipahami sepenuhnya oleh seluruh personil peradilan. Oleh karenanya, diperlukan perumusan visi dan misi yang baru beserta proses sosialisasi yang komprehensif dan terstruktur.
Dalam pelaksanaan fungsi teknis, Masalah yang dihadapi badan-badan peradilan yang harus mendapat perhatian khusus, adalah:
- Kepastian hukum dan kualitas serta konsistensi putusan
- Lamanya proses berperkara. Hal ini berkaitan dengan pengeluaran biaya yang diperlukan di pengadilan menjadi sulit untuk diprediksi.
- Kurangnya pemahaman pencari keadilan dan pengguna pengadilan mengenai prosedur, dokumen dan persyaratan yang diperlukan.
- Minimnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Sedangkan permasalahan dalam fungsi pendukung antara lain:
- Dalam hal pengelolaan sumber daya manusia, distribusi hakim dan aparatur peradilan yang belum merata.
- Dalam hal pengelolaan sumber daya keuangan, antara lain adalah belum adanya Standar Pelayanan yang baku terkait dengan penerimaan dan belanja negara, dan adanya perangkapan jabatan antara jabatan struktural dengan jabatan pengelola keuangan.
- Dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana, antara lain:
- Lokasi pengadilan yang cukup sulit untuk diakses oleh masyarakat yang berasal dari daerah pinggir kota.
- Gedung pengadilan yang masih perlu ditingkatkan kelayakannya dari sisi keamanan maupun kenyamanan.
- Kemampuan untuk mengelola prasarana dan sarana pengadilan belum memadai sehingga berpengaruh terhadap prestasi kerja hakim dan aparatur peradilan dan kepuasan masyarakat atas kualitas pelayanan pengadilan.
- Akuntabilitas pengadaan barang dan jasa, serta manajemen aset negara, yang perlu terus diupayakan perbaikannya.
- Penyimpanan dan pengelolaan informasi tentang aset negara yang belum dibuat secara baik.
- Dalam hal pengelolaan teknologi informasi,
- Upaya untuk mengaplikasikan teknologi dalam pengelolaan informasi yang diperlukan internal organisasi maupun para pencari keadilan dan pengguna pengadilan, dimana perlunya satu kebijakan sistem pengelolaan TI yang komprehensif dan terintegrasi, untuk memudahkan dan mempercepat proses pelaksanaan tugas dan fungsi di setiap unit kerja. Dengan demikian dapat diharapkan tejadinya peningkatan kualitas pelayanan informasi kepada masyarakat.
- Transparansi peradilan hingga kini masih menjadi permasalahan yang sangat perlu diperhatikan dan dibenahi. Masyarakat masih mengeluhkan sulitnya mengakses informasi dari pengadilan. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pemahaman pejabat peradilan mengenai pentingnya jaminan informasi bagi publik. Oleh karena itu, mekanisme penyediaan dan penyimpanan informasi juga perlu terus ditingkatkan sehingga pengadilan selalu siap dalam merespon permintaan informasi.
Fungsi lain yang perlu mendapat perhatian adalah monitoring dan evaluasi serta fungsi pengawasan merupakan salah satu faktor kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pengadilan.
Pengadilan Negeri Jakarta Waikabubak kelas II juga tidak lepas dari adanya kritikan atas pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan, dan sebagai respon atas hal tersebut Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II telah melakukan upaya-upaya perbaikan di segala unit. Menyikapi tuntutan tersebut, Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II terus giat melakukan pembenahan perbaikan sistem kerja yang berdampak pada peningkatan efisiensi, efektivitas, serta produktivitas SDM Aparatur yang transparan dan akuntabel, serta telah memiliki Standar Pelayanan yang sesuai kaidah manajemen modern yang dipraktekkan secara konsisten, hingga mempermudah dan memperlancar pelayanan prima. Namun demikian untuk melakukan perbaikan yang cepat dan menyeluruh diperlukan langkah pembaruan dengan metode yang taktis sistematis.
Perbaikan sistem kerja ini, atau sebut saja peningkatan kinerja Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II Khusus,dapat dikatakan sebagai bentuk strategi pelaksanaan Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung RI di tingkat unit kerja peradilan tingkat pertama, dan sekaligus merupakan pelaksanaan reformasi birokrasiyang telah menjadi agenda nasional di tingkat Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II.
Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II dituntut untuk menyediakan pelayanan standar peradilan yang bermutu, yaitu pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan pengguna pengadilan. Untuk mencapai hal tersebut, maka Pengadilan Negeri Jakarta Waikabubak kelas II perlu memiliki sistem manajemen mutu, yaitu persyaratan standar yang digunakan untuk mengakses kemampuan organisasi dalam memenuhi kebutuhan pengguna pengadilan dengan peraturan yang sesuai. Salah satu dokumen mutu yang perlu disusun dalam rangka memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu adalah manual mutu. Hal tersebut menjadi salah satu dasar pembuatan Sistem Manajemen Mutu STANDARD AKREDITASI PENJAMINAN MUTU PERADILAN UMUM - ICPE Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II
B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup implementasi Sistem Manajemen Mutu STANDARD AKREDITASI PENJAMINAN MUTU PERADILAN UMUM - ICPE untuk Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II meliputi seluruh proses pelayanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi seluruh unit di Pengadilan Negeri JWaikabubak kelas II, meliputi:
Manajemen peradilan.
Administrasi perkara.
Administrasi persidangan.
Administrasi umum.
Pelayanan publik.
Pengelolaan Kas.
Pengadaan barang dan jasa
Pengawasan
Penanganan Pengaduan
Adapun unit di Pengadilan Negeri Jakarta Waikabubak kelas II yang melaksanakan kegiatan pelayanan adalah;
- Pimpinan, yang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua
- Hakim/ Majelis Hakim
- Panitera
- Sekretaris
- Kepaniteraan, yang terdiri:
- Panitera Muda Perdata
- Panitera MudaPidana
- Panitera MudaHukum
6. Panitera Pengganti
7. Jurusita
8. Kesekretariatan, yang terdiri:
Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan
Sub Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Tatalaksana
Sub Bagian Perencanaan, TI dan Pelaporan
C. VISI
Visi Pengadilan Negeri Waikabubak adalah
“Terwujudnya Pengadilan Waikabubak yang Agung”
D. MISI
Pengadilan Negeri Jakarta Waikabubak Kelas II mengemban misi:
- Menjaga kemandirian Pengadilan Negeri Jakarta Waikabubak kelas II
- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.
- Meningkatkan kualitas kepemimpinan di Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II
- Meningkatkan Kredibilitas dan transparansi di Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II
E. NILAI-NILAI UTAMA BADAN PERADILAN
Berdasarkan visi dan misi di atas, dikembangkanlah nilai-nilai utama badan peradilan. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi dasar perilaku seluruh warga badan peradilan dalam upaya mencapai visinya. Pelaksanaan dari nilai-nilai ini pada akhirnya akan membentuk budaya badan peradilan. Nilai-nilai yang dimaksud, adalah:
- Kemandirian Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945)
- Kemandirian Institusional: Badan Peradilan adalah lembaga mandiri dan harus bebas dari intervensi oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Kemandirian Fungsional: Setiap hakim wajib menjaga kemandirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Artinya, seorang Hakim dalam memutus perkara harus didasarkan pada fakta dan dasar hukum yang diketahuinya, serta bebas dari pengaruh, tekanan, atau ancaman, baik langsung ataupun tak langsung, dari manapun dan dengan alasan apapun juga.
- Integritas dan Kejujuran (Pasal 24A ayat (2) UUD 1945; Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Perilaku hakim harus dapat menjadi teladan bagi masyarakatnya. Perilaku hakim yang jujur dan adil dalam menjalankan tugasnya, akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan kredibilitas putusan yang kemudian dibuatnya. Integritas dan kejujuran harus menjiwai pelaksanaan tugas aparatur peradilan.
- Akuntabilitas (Pasal 52 dan Pasal 53 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Hakim harus mampu melaksanakan tugasnya menjalankan kekuasaan kehakiman dengan profesional dan penuh tanggung jawab. Hal ini antara lain diwujudkan dengan memperlakukan pihak-pihak yang berperkara secara profesional, membuat putusan yang didasari dengan dasar alasan yang memadai, serta usaha untuk selalu mengikuti perkembangan masalah-masalah hukum aktual. Begitu pula halnya dengan aparatur peradilan, tugas-tugas yang diemban juga harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan profesional.
- Responsibilitas (Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Badan Peradilan harus tanggap atas kebutuhan pencari keadilan, serta berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat mencapai peradilan yang sederhana, cepat, dan biayaringan. Selain itu, hakim juga harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
- Keterbukaan (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 13 dan Pasal 52 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Salah satu upaya badan peradilan untuk menjamin adanya perlakuan sama di hadapan hukum, perlindungan hukum, serta kepastian hukum yang adil, adalah dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan penanganan suatu perkara dan kejelasan mengenai hukum yang berlaku dan penerapannya di Indonesia.
- Ketidakberpihakan (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Ketidakberpihakan merupakan syarat utama terselenggaranya proses peradilan yang jujur dan adil, serta dihasilkannya suatu putusan yang mempertimbangkan pendapat/kepentingan para pihak terkait. Untuk itu, aparatur peradilan harus tidak berpihak dalam memperlakukan pihak-pihak yang berperkara.
- Perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 52 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) Setiap warga negara, khususnya pencari keadilan, berhak mendapat perlakuan yang sama dari Badan Peradilan untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
F. BUDAYA KERJA
Nilai-nilai budaya kerja yang dianut dan mendasari setiap langkah dalam penyelesaian tugas di Pengadilan Negeri Waikabubak kelas II Khususberdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik IndonesiaNomor: 026/KMA/SK/II/2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN PERADILAN, dimana segenap Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku:
- adil dan tidak diskriminatif;
- cermat;
- santun dan ramah;
- tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
- profesional;
- tidak mempersulit;
- patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
- menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi Pengadilan Negeri Jakarta Timur;
- tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan peradilan dan perundang-undangan yang berlaku;
- terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan;
- tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik;
- tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat;
- tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki;
- sesuai dengan kepantasan; dan
- tidak menyimpang dari prosedur.
G. MOTTO
PENGADILAN NEGERI WAIKABUBAK KELAS II : “BERDIKARI”
“BERWIBAWA, DISIPLIN, KOMUNIKATIF, TRANSPARAN, AKUNTABEL, RESPONSIF, INOVATIF, ”
Pencarian Peraturan Perundangan, Kebijakan Peradilan dan Yurisprudensi
Pencarian cepat data Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia